Selasa, 09 Juni 2009

Kereta Uap ingatkan Solo Masa Lampau

seperti yang telah diberitakan Pemerintah Kota Solo hendak meluncurkan Kereta Api (KA) uap pada tahun 2009 guna mendorong pariwisata. Gagasan ini perlu dukungan stakeholder guna menuju Solo masa lampau dan mewujudkan heritage cities.
Keberadaan KA Uap dimungkinkan karena Kota Solo masih memiliki jalur KA aktif yang melintas tengah kota. Harapannya tak ada lagi cerita kepada anak cucu bahwa dulu Kota Solo terbelah jalur rel yang melintang di tengah kota. Sebab jalur ini masih optimal dalam realisasi penggunaannya, bahkan semakin bersinergi dengan kawasan warisan budaya yang masih ada.
Rel KA di tengah kota merupakan heritage railway (benda pusaka jalan Kereta Api). Menurut Kepala Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Solo bahwa pariwisata semakin optimal bila dibarengi potensi pengembangan KA Uap. Rencananya sebagai alternatif akan meminjam loko kereta milik PT KA Ambarawa dengan kisaran dana Rp 1,5 miliar (Kompas Jateng, 7/8/08). Sebuah optimalisasikan jalur Purwosari-Solo Kota-Sangkrah–Sukoharjo–Pasar Nguter dan Wonogiri.
Pengoperasian KA uap sebagai pendukung penjualan paket wisata Solo. Sehingga nantinya memberikan dampak berupa peningkatan kujungan dan lama tinggal wisatawan. Sebab nuansa kuno akan semakin terasa sebagai bentuk pedestrian modern yang bernuansa lama. Walikota mengharapkan sinergi penjualan wisata mulai dari Kampung Batik Laweyan, Loji Gandrung, Stadion Sriwedari, Keraton Surakarta dan Kampung Batik Kauman. KA Uap ini terdiri dari dua gerbong. Dua unit Kereta diambil dari Ambarawa dan Bandung (Joglosemar, 17/9/08).
Oleh karena itu perlu dipersiapkan infrastruktur guna menunjang keberadaan KA Uap demi suksesnya konsep Solo Past is Solo Future. Karena dengan peninggalan warisan culture (budaya), heritage building dan heritage society dapat menjadikan nilai jual Kota Solo semakin terdongkrak sekaligus muncul kesan klasik yang bercorak Solo asli.
Sepatutnya stakeholder kota menjadi mitra aktif dengan ikut mempertahankan, merawat, melindungi, menjaga, melestarikan dan mengoptimalkan “peninggalan tua”. Meski upaya itu identik dengan kerugian, namun nilai sejarah tidak dapat diukur dengan materi berapapun besarnya.
Rel KA di tengah Kota Solo, saat ini hanya dilewati dua kali KA Feeder. Pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB KA yang mengangkut satu/dua gerbong penumpang dari Stasiun Purwosari menuju Wonogiri, begitu pula sebaliknya sekitar pukul 16.00 WIB KA akan kembali ke Purwosari. Keteraturan jadwal perjalanan KA Feeder ini sudah banyak diketahui masyarakat Solo.
Bila KA Uap jadi beroperasi guna mendukung Kota Budaya maka kesibukan akan meningkat. Sekarang tinggal bagaimana menyinergikan program KA Uap dengan pengaturan lalu lintas yang sudah tertata. Departemen terkait harus duduk satu meja guna memikirkan realisasi KA Uap yang berdampingan dengan Jalan Slamet Riyadi dan kawasan City Walk. Pemkot, Dephub, Departemen Perdagangan, Departemen Pariwisata serta aparat Kepolisian untuk bersama-sama mencari formula yang tepat dalam operasionalnya.
Warga Solo memang sudah terbiasa dengan keberadaan rel KA di tengah kota. Keunikan dan kelangkaan keberadaan jalur ini merupakan salah satu bentuk brand image Kota Solo dan menjadi kebanggaan wong Solo. Sebuah kajian dengan kolaborasi berbagai pihak menjadikan sebuah heritage railway semakin optimal. Karena keberadaan dan keajekan KA yang melintas di jalur ini merupakan kejadian yang langka.
Meski nantinya saat operasional KA Uap melintas banyak masyarakat dan polisi direpotkan dalam mengatur lalu lintas. Dengan keajekan jam lewat bukanlah suatu hal yang sulit dan terpaksa untuk dilaksanakan namun perlu sebuah kolaborasi berbagai elemen dengan tanggung jawab yang pasti.

dari http://www.pasarsolo.com

Tidak ada komentar: