Rabu, 20 Mei 2009

Budidaya rajungan


rajungan beda dengan kepiting saat ini permintaan kepiting dan rajungan dari pengusaha restoran sea food luar negeri setiap bulan 450 ton. Permintaan tersebut baru dapat dipenuhi dari hasil tangkapan yang jumlahnya jauh di bawah permintaan pengusaha restoran sea food, terutama dari Amerika Serikat. "Sedang dari hasil budi daya Indonesia baru dapat memberikan kontribusi 1 ton setiap bulan," ungkap Indroyono kepada Kompas di atas Kapal Patroli TNI AL, Rabu (16/10). Dari kapal ini pula ia bersama sejumlah anggota Komisi III DPR menebar 1,8 juta anak kepiting hasil budidaya di perairan dekat Laguna Segara Anakan dan Pulau Nusakambangan, Cilacap.

Penebaran anak kepiting sebagai program restocking akan memberi manfaat besar bagi nelayan yang nantinya menangkap kepiting dan rajungan. Keberhasilan program ini dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan nelayan setelah kepiting dan rajungan tumbuh menjadi besar di alam. Kalau dari hasil tangkapan tersebut kesejahteraan nelayan meningkat ini berarti program restocking kepiting dan rajungan berhasil.

Agar kepiting hasil budidaya dapat memberi manfaat berkesinambungan, penebaran anak kepiting dan rajungan itu harus dilakukan berkesinambungan pula. "Jangan hanya menangkap rajungan dari alam saja," ujar Indroyono.

Dikatakan, perairan Cilacap dan Laguna Segara Anakan tidak hanya potensial untuk pengembangan budi daya kepiting dan rajungan, akan tetapi juga rumput laut. Saat ini di Laguna itu tengah dikembangkan budidaya rumput laut.

Menurut Indroyono, terdapat tiga jenis rumput laut yang dapat dikembangkan di perairan Segara Anakan masing-masing jenis Graselaria, yukema dan jenis fargazum. Dalam kontek inilah ia bersama sejumlah anggota Komisi III DPR serta sebuah tim kecil dari Kantor Riset Kelautan dan Perikanan mengunjungi Cilacap yang antara lain untuk menjajaki kemungkinan mendirikan pabrik untuk mengolah rumput laut menjadi agar-agar.
dari http://www2.kompas.com

Tidak ada komentar: